Follow

Rabu, 11 Mei 2016

Alone


“Sendiri?
Ahh,kurasa aku tak perlu menjelaskan bagaimana rasanya.
Mungkin kebanyakan dari kalian akan mengira sendiri itu menyedihkan.
Well,aku sudah biasa ditinggal sendirian dirumah.
Yea,aku enggak takut, i’m a gentleman
Tapi setelah mendengar kisahku yang satu ini,mungkin kau akan berubah pikiran.
Pikirkan lagi jika kau sendirian dirumah,
Because.may be ‘you’re not alone”

            “Ting”
Sebuah ringtone pendek berdenting dari arah ponsel hitam yang sedari tadi tergeletak disebelahku. Aku tak terlalu menghiraukannya karena saat itu jemariku tengah lihai berdansa diatas joystick kesayanganku. Dengan bosan,kulirikkan mata kearah jam yang masih saja berdetak didinding putih pucat itu.
“Pukul 7 malam” gumamku pendek. Sedikit menghela napas sembali melirik kearah pintu kamar yang masih saja menyembunyikan isinya seakan malu – malu untuk menyapa. Yea,pintu itu berdiri kokoh tepat disamping pintu kamar tidurku.
            Untuk kedua kalinya aku kembali menghela napas,dengan langkah malas kulempar joystick pelan lantas menyambar handphone yang sedari tadi sudah bercit – cat ria gara – gara seseorang diujung sana aktif men – send pesan konyol padaku.
            “Astaga,tak bisakah kau mengirimkan pesan yang lebih konyol lagi padaku tang? Rasanya hambar.”
            Jemariku menari diatas layar ponsel dan....
            “Sreet”
Seluruh penerangan dalam rumahku kini padam. Rasanya duniaku sudah hilang ditelan kegelapan.
            “Bagus,Petugas listrik itu enggak kenal namanya malam,huh?” kini kuarahkan handpone – satu – satunya penerangan yang ada didekatku kerah daun pintu yang masih menutup rapat.
            “Ayah dan Bunda lama sekali.” Entah sudah berapa kali aku mengeluh hari ini,dan mungkin, Tuhanpun bosan dengan keluhanku yang setopik ini.
            Jam dinding telah menunjukkan pukul setengah 8 malam, and i’m still alone. Sebenarnya enggak sendirian juga sih. Ada dua ekor kucing yang sedang tertidur lelap dikandangnya dan satu orang gadis kentang yang kini sedang ber cit – chat ria lewat messenger denganku dari ujung  sana.
            Tapi intinya tetap saja,aku satu – satunya manusia yang tinggal dirumah maam ini. Temaram api lilin diatas meja berkobar dimainkan angin malam. Entah kenapa kurasa bulu kudukku meremang. Namun sedetik kemudian,kugelengkan kepala dan lanjut membalasi pesan diponselku.
            Saat itu,aku tak sengaja menatap pintu yang mengarah pada dua ekor kucing kesayanganku. Sejenak aku masih memamerkan cengiran karena berhasil menjahili cewek kentang goreng diseberang sana,tapi dua detik kemudian,cengiran itu lenyap. Kali aku benar – benar merasa ada yang aneh,ada sesuatu yang dingin dan asing. Yang kurasakan kini tengah menatapku dari atas pintu. Menatapku tajam seolah tak ingin aku berada disini.
            Dengan tengkuk yang mulai terasa dingin,kuketikkan sebuah pesan kepada temanku diujung sana :
            “Damn! Gue ngerasa ada yang ngeliatin gua dari atas,dipintu deket kandang kucing”
Aku menelan ludah ketika selesai mengirimnya,sepasang mata invisible itu rasanya masih saja memandangku. Sesaat kemudian,pesan balasan masuk :
            “Ignore aja,mereka itu sebenarnya sungkan,kalo kamu cuek kemereka”
            “Mungkin gue terlalu handsome sampek – sampek dapet fans dari dunia lain, lhole.” Balasku jahil. Kini aku tak lagi merasakan tengkukku dingin,apalagi saat kudengar pintu gerbang rumahku digedor – gedor.
            “Riall! Buka pintunya nak.”
            Suara Ayah.
            “Thanks God” teriakku sambil berlari menuju gerbang dengan ponsel disaku celana. Namun lagi – lagi bulu kudukku meremang saat kusadari pintu kamar disebelah kamarku yang sedari tadi tertutup kini terbuka lebar. Padahal aku ingat dan masih sadar kalau Ayah dan Ibu pergi beberapa jam yang lalu dan kini ayah baru kembali.
            “Riall! Cepat bukakan nak! Diluar dingin.” Teriak suara Ayah dari balik gerbang.
            “Sebentar yah!” Sahutku dan mulai melangkahkan kakiku enteng. Namun...
            “Tap” sesuatu yang dingin menyentuh pundakku lembut.
            “Jangan dibukakan nak,Ayah juga mendengarnya.”
“DEG”
Suara Ayah kini berada dibelakangku,sedangkan yang diluar tetap menggedor pagar. Lilin penerangan memudar dan dunia seakan pecah dalam selimut hitam.

-END-


0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com