Follow

Rabu, 25 Mei 2016

INTRO [THE HUNGRY BANANA Part 1]


Shining after dark –
  
FOR H.S.M.P 

“Gila bukan berarti mustahil
Masuk akal bukan berarti nyata
Kalau kau mencampur adukkan segalanya,
Kurasa kau butuh 5 ton pottasium”

            Anak itu menguap.
            Mengusap matanya yang disembunyikan kacamata berlensa kuningnya. Ada serat – serat sinar surya yang berhasil membobol tirai kamarnya. Ia memutar mata enggan,tangannya mencoba menggapai – gapai ponsel yang tergeletak damai dimeja tak jauh dari tempatnya duduk.
            Well,dia memang duduk,tapi kesadarannya mungkin masih tersangkut diportal antara dunia game dan realita. Diejanya jam digital yang terpampang diponselnya. Pukul 6 A.M. fantastisnya,cowok berambut pendek ini belum menyentuh ranjangnya sama sekali. Matanya perih,mungkin saja kini bagian putih dimatanya sudah berubah menjadi berseraat merah pekat dan nampak mirip panda.
            Biarlah,toh ujian sudah selesai. Setidaknya itulah yang dipikirkan Ryan saat berusaha mengumpulkan serpihan jiwanya yang masih terombang – ambing diantara dua banyak dimensi.
            Ryan berusaha menggerakkan kakinya yang mulai berat akibat 7 jam menatap layar monitornya untuk memainkan sebuah game yang sedang booming kesukaannya. Diputarnya daun pintu kamar dan bagus! Tak ada satupun manusia yang ada dirumahnya. Tak satupun.
            Well,lumrah memang ia menghabiskan waktunya didepan monitor atau ponselnya sementara orangtuanya sibuk dengan urusan profesi. Itu bukanlah masalah. Hanya saja,kini perut Ryan mulai menggelar sebuah recital,meraung – raung.
            Semandiri – mandirinya seorang remaja laki – laki yang normal, mereka enggak akan bisa mengolah suatu makanan saat kondisi mereka seperti Ryan sekarang. Oh,betapa mungkin katak sudah tertawa melihatnya,Ryan hanya bisa mendecakkan lidah saat mendapati meja makan,kulkas kosong dan tak ada satupun bahan mentah yang bisa diolah.
            “Oh,Thanks God.” Gumam Ryan pasrah.
Dan disinilah dia berdiri,menatap ranjangnya dengan rasa kantuk luar biasa,belum lagi sympony perutnya masih berlanjut.
            “Mungkin kalau aku lanjut nge – game,semua ini akan jadi sebuah kebohongan.” Ujarnya sembari menarik sudut bibirnya yang kering,menyeringai aneh saat cowok penggila buah pisang ini berjalan dengan gaya ambigu menuju laptopnya,daan.
            “BRAK!”
Bukannya sukses kembali kezona nyaman,kaki Ryan terpeleset ubin licin bekas tumpahan cairan pembersih lantai yang dititipkan bundanya tadi malam. Sungguh,mungkin Dewi Fortuna tak sedang lewat dihadapannya.
         Ryan ingin mengumpat,tapi mulutnya penuh dengan lumpur. Anehnya,lumpur dimulutnya berasa cokelat super mahal yang biasanya ia makan waktu weekend. Tapi,itu bukan hal yang paling membuatnya bingung kali ini. Pemandangan kamar tempatnya jatuh telah berubah 180 derajat. Kini dihadapan matanya terhampar sungai keruh berwarna cokelt namun beraroma manis dan berasa hazelnutt.
      Terdapat hiruk – pikuk disana,bunyi lonceng kastil penanda pagi tiba dan gelak – tawa segerombol anak kecil. juga seorang penjaja koran yang ramah menceritakan headline news hari ini.

      Tunggu dulu,orang? Bukan. Percaya atau tidak,bukan orang biasa yang ada disana,melainkan makhluk menyerupai manusia dengan rambut buah,mirip buah yang berevolusi. Dimensi yang terhampar didepan matanya kali ini nampak tak stabil dan dipenuhi banyak celah.
“Yea! That way. Thanks god!” secepat mungkin Ryan mengumpulkan semua tenaga yang tersisa ditubuhnya untuk terpusat dilututnya. Mencoba berlari kearah retakan dimensi.
“KLONTANG! PRAAKK!”
“Sekarang apa lagi?” Pikirnya beringas. Dimuntahkannya cairann lumpur hazelnutt yang tadi sempat dia telan tadi. Kupingnya serasa disemprot dengan jutaan kosa – kata alien yang jelas enggak dipahaminya.
Ryan dilempar dengan segulung koran ditangannya. Dihadapannya berdiri tegak seorang pria  pendek berkulit merah dan berambut hijau kerucut mirip tomat. Mulutnya masih berkomat – kamit,telunjuknya yang berlendir berkali – kali ditusukkan kepipi Ryan.
“Jalan hgdauilhalidgb lkahd.ayldu a/codp” rasanya itu yang keluar dari mulut pria tomat dihadapan Ryan. Geram,dia berdiri.
“Aku enggak tau kamu ini apa,dan ini dimana! Yang kutahu berhenti mengomel dan harusnya kamu enggak pernah menggagalkan aksi melarikan diriku bodoh!” Ryan menunjuk lubang dimensi yang sudah sepenuhnya menghilang.
Pria itu menggaruk kepalanya sejenak,kemudian menampar kedua telinga Ryan dengan kedua tangannya yang berlendir.
“Argh! Apa maumu,huh?!” Ryan berjengit saat lendir tersebut menggerogoti saraf pendengarannya.
“Sudah kedengaran?” pria tomat itu tersenyum mengulurkan tangannya. “Kurasa kau orang baru,jadi enggak paham bahasa kami. Sekarang harusnya kamu sudah paham.”
Ryan hanya bisa mengetuk – etuk telinganya yang jadi gatal sambil mengangguk enggan. “ Ngomong – ngomong ini dimana? Rasanya tadi aku terpeleset dilantai kamarku bukan disini.”
Pria itu tidak menjawab,hanya menunjuk segulung koran yang kugenggam. Kubuka,lembaran berwarna cokelat yang lengket. Ada tulisan “sapņot” dimana – mana. Dengan konyol Ryan membuka mulut sotoy.
“Tempat ini sapņot?”
Lagi,pria itu mengangguk. “sapņot.” Ujarnya. “Adalah tempat dimana takkan ada orang yang kelaparan. Sugestimu pasti hebat sekali sampai portal dimensi ini terpanggil.” Pria itu membalik badan,menjauh. “Ngomong – ngomong,namaku Jeff,pastikan tak ada noda diususmu saat aku memenggalmu dipertemuan yang selanjutnya.
Kelu. Rasa laparnya sudah hilang sejak kakinya menapak tanah asing ini. Angin menderu menuntut pembalasan. Padang jamur meraungkan lagu penderitaan. Jelas ini bukanlah hal bagus.
Seorang anak perempuan normal. Manusia! Ya ! Manusia,berjalan mendekat. Bagus! Tapi tunggu,ada sesuatu digiginya. Tidak! Seseorang tolong katakan itu—
“TRAKK.”

-                     To be continued -

            

5 komentar:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com