Shining after dark –
FOR H.S.M.P
“Gila
bukan berarti mustahil
Masuk
akal bukan berarti nyata
Kalau
kau mencampur adukkan segalanya,
Kurasa
kau butuh 5 ton pottasium”
Anak itu
menguap.
Mengusap
matanya yang disembunyikan kacamata berlensa kuningnya. Ada serat – serat sinar
surya yang berhasil membobol tirai kamarnya. Ia memutar mata enggan,tangannya
mencoba menggapai – gapai ponsel yang tergeletak damai dimeja tak jauh dari
tempatnya duduk.
Well,dia memang duduk,tapi kesadarannya mungkin
masih tersangkut diportal antara dunia game dan realita. Diejanya jam digital
yang terpampang diponselnya. Pukul 6 A.M. fantastisnya,cowok berambut pendek
ini belum menyentuh ranjangnya sama sekali. Matanya perih,mungkin saja kini
bagian putih dimatanya sudah berubah menjadi berseraat merah pekat dan nampak
mirip panda.
Biarlah,toh
ujian sudah selesai. Setidaknya itulah yang dipikirkan Ryan saat berusaha
mengumpulkan serpihan jiwanya yang masih terombang – ambing diantara dua banyak
dimensi.
Ryan berusaha
menggerakkan kakinya yang mulai berat akibat 7 jam menatap layar monitornya
untuk memainkan sebuah game yang sedang booming
kesukaannya. Diputarnya daun pintu kamar dan bagus! Tak ada satupun manusia
yang ada dirumahnya. Tak satupun.
Well,lumrah memang ia menghabiskan
waktunya didepan monitor atau ponselnya sementara orangtuanya sibuk dengan
urusan profesi. Itu bukanlah masalah. Hanya saja,kini perut Ryan mulai
menggelar sebuah recital,meraung –
raung.
Semandiri
– mandirinya seorang remaja laki – laki yang normal, mereka enggak akan bisa
mengolah suatu makanan saat kondisi mereka seperti Ryan sekarang. Oh,betapa
mungkin katak sudah tertawa melihatnya,Ryan hanya bisa mendecakkan lidah saat
mendapati meja makan,kulkas kosong dan tak ada satupun bahan mentah yang bisa
diolah.
“Oh,Thanks God.” Gumam Ryan pasrah.
Dan disinilah dia berdiri,menatap ranjangnya dengan rasa
kantuk luar biasa,belum lagi sympony perutnya masih berlanjut.
“Mungkin
kalau aku lanjut nge – game,semua ini akan jadi sebuah kebohongan.” Ujarnya
sembari menarik sudut bibirnya yang kering,menyeringai aneh saat cowok penggila
buah pisang ini berjalan dengan gaya ambigu menuju laptopnya,daan.
“BRAK!”
Bukannya sukses kembali kezona nyaman,kaki Ryan
terpeleset ubin licin bekas tumpahan cairan pembersih lantai yang dititipkan
bundanya tadi malam. Sungguh,mungkin Dewi Fortuna tak sedang lewat
dihadapannya.
Ryan
ingin mengumpat,tapi mulutnya penuh dengan lumpur. Anehnya,lumpur dimulutnya
berasa cokelat super mahal yang biasanya ia makan waktu weekend. Tapi,itu bukan hal yang paling membuatnya bingung kali
ini. Pemandangan kamar tempatnya jatuh telah berubah 180 derajat. Kini dihadapan matanya terhampar sungai
keruh berwarna cokelt namun beraroma manis dan berasa hazelnutt.
Terdapat
hiruk – pikuk disana,bunyi lonceng kastil penanda pagi tiba dan gelak – tawa
segerombol anak kecil. juga seorang penjaja koran yang ramah menceritakan headline news hari ini.
Tunggu dulu,orang? Bukan. Percaya atau
tidak,bukan orang biasa yang ada disana,melainkan makhluk menyerupai manusia
dengan rambut buah,mirip buah yang berevolusi. Dimensi yang terhampar didepan
matanya kali ini nampak tak stabil dan dipenuhi banyak celah.
“Yea!
That way. Thanks god!” secepat mungkin Ryan mengumpulkan semua tenaga yang
tersisa ditubuhnya untuk terpusat dilututnya. Mencoba berlari kearah retakan
dimensi.
“KLONTANG!
PRAAKK!”
“Sekarang apa lagi?” Pikirnya beringas. Dimuntahkannya
cairann lumpur hazelnutt yang tadi sempat dia telan tadi. Kupingnya serasa
disemprot dengan jutaan kosa – kata alien yang jelas enggak dipahaminya.
Ryan dilempar dengan segulung koran
ditangannya. Dihadapannya berdiri tegak seorang pria pendek berkulit merah dan berambut hijau
kerucut mirip tomat. Mulutnya masih berkomat – kamit,telunjuknya yang berlendir
berkali – kali ditusukkan kepipi Ryan.
“Jalan hgdauilhalidgb lkahd.ayldu a/codp”
rasanya itu yang keluar dari mulut pria tomat dihadapan Ryan. Geram,dia
berdiri.
“Aku enggak tau kamu ini apa,dan ini
dimana! Yang kutahu berhenti mengomel dan harusnya kamu enggak pernah
menggagalkan aksi melarikan diriku bodoh!” Ryan menunjuk lubang dimensi yang
sudah sepenuhnya menghilang.
Pria itu menggaruk kepalanya
sejenak,kemudian menampar kedua telinga Ryan dengan kedua tangannya yang
berlendir.
“Argh! Apa maumu,huh?!” Ryan berjengit saat
lendir tersebut menggerogoti saraf pendengarannya.
“Sudah kedengaran?” pria tomat itu
tersenyum mengulurkan tangannya. “Kurasa kau orang baru,jadi enggak paham
bahasa kami. Sekarang harusnya kamu sudah paham.”
Ryan hanya bisa mengetuk – etuk telinganya
yang jadi gatal sambil mengangguk enggan. “ Ngomong – ngomong ini dimana? Rasanya
tadi aku terpeleset dilantai kamarku bukan disini.”
Pria itu tidak menjawab,hanya menunjuk
segulung koran yang kugenggam. Kubuka,lembaran berwarna cokelat yang lengket. Ada
tulisan “sapņot” dimana – mana. Dengan
konyol Ryan membuka mulut sotoy.
“Tempat ini sapņot?”
Lagi,pria itu mengangguk. “sapņot.” Ujarnya. “Adalah tempat dimana
takkan ada orang yang kelaparan. Sugestimu pasti hebat sekali sampai portal
dimensi ini terpanggil.” Pria itu membalik badan,menjauh. “Ngomong – ngomong,namaku
Jeff,pastikan tak ada noda diususmu saat aku memenggalmu dipertemuan yang
selanjutnya.
Kelu. Rasa laparnya sudah hilang sejak
kakinya menapak tanah asing ini. Angin menderu menuntut pembalasan. Padang jamur
meraungkan lagu penderitaan. Jelas ini bukanlah hal bagus.
Seorang anak perempuan normal. Manusia! Ya !
Manusia,berjalan mendekat. Bagus! Tapi tunggu,ada sesuatu digiginya. Tidak! Seseorang
tolong katakan itu—
“TRAKK.”
-
To be continued -
part 2 tak tunggu tang :v
BalasHapuswokeh lor :v
Hapuskentang masih hiatus :"v
njerrr aku baru nyadar namae RYAN :v
HapusZuhaha :v
HapusZuhaha :v
Hapus